Contoh Artikel


Lewat 3 Hal Kecil, Bersama-sama Cegah Kebakaran Terburuk di Akhir Dekade Terulang Kembali

Oleh : Salsabila Khoirunisa

Tak terasa waktu berputar, tahun 2019 menjadi akhir dari dekade dan sebagai ancang-ancang untuk menyambut tahun 2020, awal dekade selanjutnya. Dalam kurun waktu itu, dapat disimpulkan beberapa kejadian atau fenomena besar yang bisa dijadikan pelajaran. Baik berupa prestasi atau bencana, semuanya terekam dalam kaleidoskop tahun ini. Di Indonesia misalnya, Desember lalu diguyur hujan yang cukup deras. Bahkan hingga tanggal 31 Desember 2019, tepat saat pergantian tahun. Banjir pun timbul dan akhirnya menggenangi sejumlah titik di Jabodetabek serta wilayah lain di Indonesia.
            Sebelum fenomena banjir, Indonesia juga mengalami kebakaran hutan yang cukup parah, tepatnya di kota Jambi. Sebagian besar hutan telah hangus dilahap api. Kebakaran itu  disebabkan oleh ladang berpindah dan proses persiapan lahan baru untuk suatu perusahaan. Efek yang ditimbulkan pun mampu mewarnai langit menjadi kemerahan. Walau begitu, kebakaran ini bukan kebakaran hutan terburuk di akhir dekade ini.
            Kebakaran terburuk di akhir dekade ini dialami oleh Australia, dimana kebakaran ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Dikatakan terburuk karena kebakaran menghanguskan hutan-hutan yang ternyata merambat dengan cepat ke pemukiman. Melewati kayu dan barang lain yang mudah terbakar, tentu mempercepat penyebaran api, menyebabkan petugas sulit memadamkannya. Keadaan diperparah dengan adanya El Nino yang kita kenal sebagai angin pembawa bencana yang menakutkan. Kini, Australia harus memutar otak untuk menangani kebakaran terburuk itu.
            Kebakaran hutan di Australia ini lebih besar dibandingkan kebakaran di Brazil, California, dan Jambi jika digabungkan, karena terjadi di seluruh negara bagian di Australia. Bermula dari kebakaran semak selama hampir 3 bulan pada Juli 2019, kebakaran berlanjut hingga Januari 2020. Adapun keadaan paling parah dialami oleh daerah New South Wales. Kondisi udara di Sydney mengepul asap yang mengandung bahan kimia yang berbahaya seperti Karbon Monoksida (CO), dan Sulfur Dioksida (SO2). Dua kandungan tersebut menyebabkan pengecilan saluran napas dan mengiritasi selaput lendir pernapasan. Adapun Ozon atau O3 juga menjadi kandungan berbahaya yang menyebabkan sesak napas hingga kematian.
            Dampak yang ditimbulkan berpengaruh pada setiap makhluk hidup dan lingkungannya. 1300 rumah hancur dan 450 diantaranya mengalami kerusakan. Jika ditotal, lebih dari 6 juta lahan telah terbakar, ini lebih parah dari 500 hektare kedua perusahaan yang membakar hutan di Jambi. Di daerah New South Wales, 3,6 juta hektare lahan terbakar. Pada tahun 2019 sebanyak 24 orang petugas meninggal dunia, para satwa yang berada di hutan kehilangan habitatnya. Koala, kangguru, walabi, serta beberapa serangga khas dan langka pun banyak terbunuh.
            Dampak buruk yang menimpa diabadikan melalui beberapa foto dan video yang diunggah. Keduanya berakhir viral, seperti video kesengsaraan yang diderita hewan di hutan. Video menyedihkan tersebut salah satunya diposting news.com.au yang termuat di twitter. Video lainnya pun sempat menjadi viral, diantaranya adalah video kangguru yang memeluk seorang wanita yang telah menyelamatkannya terjebak di hutan berapi. Hal tersebut membuat warganet prihatin, dikirimnya doa dan bantuan dari media maupun dinas sosial.
            Hal yang mengharukan lagi adalah tindakan tentara militer Australia. Sudah sepatutnya orang-orang militer melindungi negaranya. Hal itu ternyata ditunjukan oleh beberapa tentara di Australia yang mendedikasikan dirinya untuk merawat koala. Puluhan koala yang menjadi korban itu dirawat dan dihibur kembali. Para tentara bahkan tidak malu dengan seragam lengkap militer yang gagah, menggendong dan memeluk erat koala yang lucu itu.
Saat ini, petugas di negara kangguru itu melirik strategi memadamkan api tanpa mengandalkan lagi pada stok air yang dihemat untuk persediaan musim panas mendatang. Sejauh ini, pemerintah Australia hanya mencoba pemadaman melalui helikopter yang menyemprotkan air dengan istilah water bombing. Tetapi kali ini, mereka melakukan pemadaman kering. Mereka menggunakan alat-alat tangan untuk membuat jalur khusus yang digunakan untuk menghambat dan menghalagi api. Dengan cara itu, Australia berharap api tidak akan terus merambat dan menghemat biaya yang dikeluarkan untuk melakukan water bombing.
            Ada baiknya kita belajar dari peristiwa ini. Kebakaran hutan yang menimpa Australia mungkin sebuah tanda yang harus kita sadari sebagai wujud amarah dari alam. Kita tidak boleh melakukan eksploitasi terlalu bebas dan kerap mengabaikan kelangsungan hidup ekosistem, ujung-ujungnya kita pula yang terkena imbasnya. Mari kita lebih menjaga alam, terutama hutan yang jumlahnya makin sedikit ini. Tidak ada kata terlambat untuk sesuatu yang baik.
            Awal 2020 ini, ada beberapa hal yang dapat kita waspadai dan mengubah kebiasaan buruk, khususnya untuk mencegah kebakaran. Pertama, jangan dan berhenti merokok, asapnya sungguh merugikan diri dan lingkungan. Kedua, selalu matikan kompor apabila tidak atau selesai digunakan. Ketiga, perhatikan sambungan listrik, seperti charger ponsel yang biasanya selalu dibiarkan menancap, atau juga terminal listrik yang terlalu over diisi penuh. Walaupun sederhana dan mudah ditinggalkan, tetapi nyatanya masih banyak yang tidak menyadarinya.
            Rokok sudah menjadi masalah utama yang sulit dihilangkan. Lebih dari 2.677.000 anak dan 53.767.000 orang dewasa mengonsumsi tembakau tiap hari di Indonesia. 57,1% adalah perokok pria, 3,6% wanita, dan 41% perokok di bawah umur. Tidak hanya itu, fakta lainnya adalah putung rokok merupakan sampah terbanyak di Indonesia. Kembali pada bahasan awal, faktanya rokok pernah menjadi penyebab terbakarnya hutan dan lahan khususnya pada saat keadan kering dan kemarau. Contohnya adalah kebakaran hutan di Desa Bina Jaya Kecamatan Dadahup Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. Menghilangkan kebiasaan merokok merupakan kontribusi baik dalam pencegahan kebakaran.
Selanjutnya, kompor yang menyala padahal tidak dipakai atau kebocoran gas merupakan faktor pendukung terjadinya kebakaran. Contoh yang cukup menyita perhatian publik adalah kebakaran Geprek Bensu, restoran milik artis Ruben Onsu yang disebabkan oleh kompor gas yang menyala dan apinya menjalar ke atas dapur restoran tersebut. Hal yang menjadi sumber utama adalah gas LPG. Jika konsentrasi gas LPG sudah mencapai 1,8% hingga 10% di udara, ledakan gas dapat terjadi. Ledakan yang sering terjadi itu, disebabkan oleh campuran gas, oksigen, dan pemanas yang berasal dari pematik kompor, sehingga biasa disebut juga dengan Segitiga Api. Ada baiknya meningkatkan kehati-hatian dan kewaspadaan, dengan mematikan kompor dengan benar, kebakaran dapat terhindarkan sekaligus perwujudan dari perilaku hemat energi.
Hal terakhir yaitu kewaspadaan dan penghematan energi dari listrik, adalah cara menghindari korsleting listrik penyeba kebarakan. Pada tahun 2019 sendiri, tercatat 14 kasus kebakaran yang diakibatkan korsleting listrik. Contohnya, colokan yang menumpuk dan penggunaan alat listrik yang tidak sesuai standar. Contoh lain lagi, menumpukan terminal listrik yang terlalu melebihi kapasitas dapat menimbulkan loncatan listrikyang menghasilkan api. Dampak buruk dari hal itu adalah kebakaran dan kerusakan barang elektronik.
Jadi, kebakaran terburuk di dekade ini bisa kita cegah melalui hal-hal kecil. Yang terpenting adalah bagaimana kita mampu melakukan pencegahan minimal untuk kebaikan lingkungan sekitar kita kedepan. Memang bukan untuk mencegah kebakaran hutan skala besar. Walau begitu, jika tiap pribadi mampu melakukan hal-hal tersebut, tentu semakin kecil kemungkinan kebakaran akan terjadi. Lakukanlah karena berbuat hal baik tidak akan pernah bernilai sia-sia.


Penulis adalah
Pelajar kelas XII IPA 4
SMAN 2 CIMAHI

Comments