Contoh Artikel
Oleh : Salsabila
Khoirunisa
Sebelum fenomena banjir, Indonesia
juga mengalami kebakaran hutan yang cukup parah, tepatnya di kota Jambi.
Sebagian besar hutan telah hangus dilahap api. Kebakaran itu disebabkan oleh ladang berpindah dan proses
persiapan lahan baru untuk suatu perusahaan. Efek yang ditimbulkan pun mampu
mewarnai langit menjadi kemerahan. Walau begitu, kebakaran ini bukan kebakaran
hutan terburuk di akhir dekade ini.
Kebakaran terburuk di akhir dekade
ini dialami oleh Australia, dimana kebakaran ini berlangsung dalam waktu yang cukup
lama. Dikatakan terburuk karena kebakaran menghanguskan hutan-hutan yang
ternyata merambat dengan cepat ke pemukiman. Melewati kayu dan barang lain yang
mudah terbakar, tentu mempercepat penyebaran api, menyebabkan petugas sulit
memadamkannya. Keadaan diperparah dengan adanya El Nino yang kita kenal sebagai
angin pembawa bencana yang menakutkan. Kini, Australia harus memutar otak untuk menangani kebakaran terburuk itu.
Kebakaran hutan di Australia ini
lebih besar dibandingkan kebakaran di Brazil, California, dan Jambi jika
digabungkan, karena terjadi di seluruh negara bagian di Australia. Bermula dari
kebakaran semak selama hampir 3 bulan pada Juli 2019, kebakaran berlanjut
hingga Januari 2020. Adapun keadaan paling parah dialami oleh
daerah New South Wales. Kondisi udara di Sydney mengepul asap yang mengandung
bahan kimia yang berbahaya seperti Karbon Monoksida (CO), dan Sulfur Dioksida
(SO2). Dua kandungan tersebut menyebabkan pengecilan saluran napas dan
mengiritasi selaput lendir pernapasan. Adapun Ozon atau O3 juga menjadi
kandungan berbahaya yang menyebabkan sesak napas hingga kematian.
Dampak
yang ditimbulkan berpengaruh pada setiap makhluk hidup dan lingkungannya. 1300
rumah hancur dan 450 diantaranya mengalami kerusakan. Jika ditotal, lebih dari
6 juta lahan telah terbakar, ini lebih parah dari 500 hektare kedua perusahaan
yang membakar hutan di Jambi. Di daerah New South Wales, 3,6 juta hektare lahan
terbakar. Pada tahun 2019 sebanyak 24 orang petugas meninggal dunia, para satwa
yang berada di hutan kehilangan habitatnya. Koala, kangguru, walabi, serta beberapa serangga khas dan
langka pun banyak terbunuh.
Dampak buruk yang menimpa diabadikan
melalui beberapa foto dan video yang diunggah. Keduanya berakhir viral, seperti
video kesengsaraan yang diderita hewan di hutan. Video menyedihkan
tersebut salah satunya diposting news.com.au yang termuat di twitter. Video
lainnya pun sempat menjadi viral, diantaranya adalah video kangguru yang
memeluk seorang wanita yang telah menyelamatkannya terjebak di hutan berapi.
Hal tersebut membuat warganet prihatin, dikirimnya doa dan bantuan dari media
maupun dinas sosial.
Hal yang mengharukan lagi adalah
tindakan tentara militer Australia. Sudah sepatutnya orang-orang militer
melindungi negaranya. Hal itu ternyata ditunjukan oleh beberapa tentara di
Australia yang mendedikasikan dirinya untuk merawat koala. Puluhan koala yang
menjadi korban itu dirawat dan dihibur kembali. Para tentara bahkan tidak malu
dengan seragam lengkap militer yang gagah, menggendong dan memeluk erat koala
yang lucu itu.
Saat ini, petugas di
negara kangguru itu melirik strategi memadamkan api tanpa mengandalkan lagi
pada stok air yang dihemat untuk persediaan musim panas mendatang. Sejauh ini,
pemerintah Australia hanya mencoba pemadaman melalui helikopter yang
menyemprotkan air dengan istilah water
bombing. Tetapi kali ini, mereka melakukan pemadaman kering. Mereka
menggunakan alat-alat tangan untuk membuat jalur khusus yang digunakan untuk
menghambat dan menghalagi api. Dengan cara itu, Australia berharap api tidak
akan terus merambat dan menghemat biaya yang dikeluarkan untuk melakukan water bombing.
Ada
baiknya kita belajar dari peristiwa ini. Kebakaran hutan yang menimpa Australia
mungkin sebuah tanda yang harus kita sadari sebagai wujud amarah dari alam.
Kita tidak boleh melakukan eksploitasi terlalu bebas dan kerap mengabaikan
kelangsungan hidup ekosistem, ujung-ujungnya kita pula yang terkena imbasnya.
Mari kita lebih menjaga alam, terutama hutan yang jumlahnya makin sedikit ini.
Tidak ada kata terlambat untuk sesuatu yang baik.
Awal
2020 ini, ada beberapa hal yang dapat kita waspadai dan mengubah kebiasaan
buruk, khususnya untuk mencegah kebakaran. Pertama, jangan dan berhenti merokok, asapnya sungguh merugikan
diri dan lingkungan. Kedua, selalu matikan kompor apabila tidak atau selesai
digunakan. Ketiga, perhatikan sambungan listrik, seperti charger ponsel yang biasanya selalu dibiarkan menancap, atau juga
terminal listrik yang terlalu over diisi
penuh. Walaupun sederhana dan mudah ditinggalkan, tetapi nyatanya masih banyak
yang tidak menyadarinya.
Rokok sudah menjadi masalah utama
yang sulit dihilangkan. Lebih dari 2.677.000 anak dan 53.767.000 orang dewasa
mengonsumsi tembakau tiap hari di Indonesia. 57,1% adalah perokok pria, 3,6%
wanita, dan 41% perokok di bawah umur. Tidak hanya itu, fakta lainnya adalah
putung rokok merupakan sampah terbanyak di Indonesia. Kembali pada bahasan
awal, faktanya rokok pernah menjadi penyebab terbakarnya hutan dan lahan
khususnya pada saat keadan kering dan kemarau. Contohnya adalah kebakaran hutan
di Desa Bina Jaya Kecamatan Dadahup Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. Menghilangkan
kebiasaan merokok merupakan kontribusi baik dalam pencegahan kebakaran.
Selanjutnya, kompor yang menyala padahal tidak dipakai atau kebocoran gas
merupakan faktor pendukung terjadinya kebakaran. Contoh yang cukup menyita
perhatian publik adalah kebakaran Geprek Bensu, restoran milik artis Ruben Onsu
yang disebabkan oleh kompor gas yang menyala dan apinya menjalar ke atas dapur
restoran tersebut. Hal yang menjadi sumber utama adalah gas LPG. Jika
konsentrasi gas LPG sudah mencapai 1,8% hingga 10% di udara, ledakan gas dapat
terjadi. Ledakan yang sering terjadi itu, disebabkan oleh campuran gas,
oksigen, dan pemanas yang berasal dari pematik kompor, sehingga biasa disebut
juga dengan Segitiga Api. Ada baiknya meningkatkan kehati-hatian dan kewaspadaan,
dengan mematikan kompor dengan benar, kebakaran dapat terhindarkan sekaligus
perwujudan dari perilaku hemat energi.
Hal terakhir yaitu kewaspadaan dan penghematan energi dari listrik, adalah
cara menghindari korsleting listrik penyeba kebarakan. Pada tahun 2019 sendiri,
tercatat 14 kasus kebakaran yang diakibatkan korsleting listrik. Contohnya,
colokan yang menumpuk dan penggunaan alat listrik yang tidak sesuai standar. Contoh
lain lagi, menumpukan terminal listrik yang terlalu melebihi kapasitas dapat
menimbulkan loncatan listrikyang menghasilkan api. Dampak buruk dari hal itu adalah kebakaran dan kerusakan
barang elektronik.
Jadi, kebakaran terburuk di dekade ini bisa kita cegah melalui hal-hal
kecil. Yang
terpenting adalah bagaimana kita mampu melakukan pencegahan minimal untuk
kebaikan lingkungan sekitar kita kedepan. Memang bukan untuk mencegah kebakaran
hutan skala besar. Walau begitu, jika tiap pribadi mampu melakukan hal-hal
tersebut, tentu semakin kecil kemungkinan kebakaran akan terjadi. Lakukanlah karena berbuat hal baik tidak akan pernah
bernilai sia-sia.
Penulis adalah
Pelajar kelas
XII IPA 4
SMAN 2 CIMAHI
Comments
Post a Comment